Global

Opini Patar Sihotang, S.H, M.H : Raksasa yang Rakus dan Tamak Pemakan Uang Rakyat

Klik Untuk Mendengarkan Berita
Opini Patar Sihotang, S.H, M.H : Raksasa yang Rakus dan Tamak Pemakan Uang Rakyat
Opini Patar Sihotang, S.H, M.H : Raksasa yang Rakus dan Tamak Pemakan Uang Rakyat

JAKARTA -Tujuhsatu.Com.  – Derajat kemuliaan suara rakyat dijunjung tinggi ,karena Rakyat pemegang kedaulatan tertinggi dalam suatu negara Demokrasi, termasuk negara Indonesia yang mengaku negara Demokrasi

Kata Kunci Negara Demokrasi adalah Rakyat Pemegang kekuasaan dan kedaulatan tertinggi karena suara rakyat adalah suara Tuhan (Vox Populi, Vox Dei).]. hal itu juga sesuai dengan dasar Konstitusi Negara ini yaitu Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi: kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang.

Masyarakat sipil juga harus merawat dan memperkuat stamina agar punya daya tahan prima karena perjuangan merawat daulat amat panjang dan melelahkan. Dalam pertarungan kepentingan kekuasaan, suara rakyat pasti menang karena suara Tuhan selalu berjaya melawan kuasa durhaka. Rakyat Indonesia dilarang putus asa dan wajib terus gigih berjuang memperkuat institusi demokrasi sebagai sarana terwujudnya kesejahteraan rakyat.

Praktik demokrasi kumuh dengan limbah yang diproduksi elite politik kemaruk/tamak dengan  kekuasaan; sehingga politik uang dan politik dinasti merajalela, politisasi birokrasi menjadi-jadi, korupsi mewabah. Praktik destruktif dirasa sebagai hal biasa karena pelaku sudah mati rasa.

Baca Juga :  Pengacara Dr.Longser,S.H,.M.H gelar konferensi pers di polres pelabuhan Belawan, Ada Apa Dengan Polres Pelabuhan Belawan

Di Negara Demokrasi kita sekarang ini, Penggunaan atau pengakuan bentuk negara demokrasi  terkesan dan cendrung hanya sebuah Fatamorgana yang bias dan tidak jelas hanya sebuah Jargon demi sebuah pencitraan hal ini terjadi karena salah factor, besarnya biaya demokrasi pemilihan pemimpin  sehingga memaksa calon pemimpin membuat transaksi politik dan Transaksi Proyek kepada Pengusaha maupun  kaum bermodal dengan kesepakatan Politik dan uang, apabila si calon yang menang, pemodal atau pelaku transaksional yang menentukan siapa yang mengerjakan Proyek dan Menentukan siapa pejabat yang menduduki Dinas atau badan di Pemerintahan tersebut, selama pemimpin berkuasa, sehingga Terjadilah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme [KKN}.

Transaksional Calon Pemimpin dan para Pengusaha atau pemodal ini sangat rapi, sistematis, Masif dan didukung sekaligus di lindungi oleh Oknum Pejabat Pimpinan pemegang kekuasaan dan kekuatan di bidang hukum, tentunya dengan Konsensi Proyek dan karung uang, sehingga 4 Pimpinan atau pejabat 4 Serangkai ini  terlindung dan aman karena berada dalam suatu tembok dan Gedung bertembok berlapis lapis uang dan proyek APBD APBN dan Keuangan negara Lainnya.

Begitu Tebal dinding tembok perlindungan para Oknum Bupati dan Gubernur, sehingga sulit di tembus oleh Rakyat,  kalaupun ada rakyat yang berani teriak teriak tentang Korupsi dan keadilan dan kedaulatan , Pimpinan daerah  langsung hubungi pimpinan pemegang tongkat komando kekuasaan hukum, untuk mencari cari dalil , untuk menangkap atau minimal menakut nakuti atau istilah umumnya Upaya Target operasi KRIMINALISASI.

Baca Juga :  Sultan Kota Pinang Menghadiri acara Upah Upah Dato' Panglima Kaum Kota Pinang

Di negara Demokrasi jelas dan nyata Rakyat diberikan hak konstitusi untuk kebebasan untuk mendapatkan Informasi dan di perjelas lagi dengan transparansi UU 14 Tahun 2008 Namun Fakta Fakta Empiris yang di alami Pemantau Keuangan negara PKN yang aktif meminta Informasi Publik ke Badan Publik daerah maupun Pusat mulai dari sabang sampai Tanah papua , secara  Persentase hanya 1 % persen yang mau memberikan ,itu pun tidak lengkap atau hanya Sebagian, 99 % persen lagi berujung ke Persidangan Komisi Informasi dan PTUN dan mahkamah agung ,dan yang lebih mengerikan  Para Penguasa dan badan public ini sampai melakukan Upaya Hukum ke Peninjauan Kembali  ke Mahkamah agung .

PKN (Pemantau Keuangan Negara) melihat ada suatu paradigma atau pemikiran atau egoisme para Pejabat yang berkuasa bahwa Keuangan negara APBD APBN dan lainnya adalah uang dari kelompok nya sehingga Rakyat tidak boleh tahu tentang Penggunaan Pajak Rakyat tersebut dengan berdalil dan beralibi RAHASIA NEGARA ..dan menurut PKN pemikiran ini adalah Pemikiran zaman dahulu pada zaman kerajaan yang otoriter ,untuk saat ini sudah zaman Dunia terbuka dan Milenium , alangkah Malu nya masih ada Para pejabat dan pimpinan daerah dan pusat yang punya pemikiran keterbelakangan dan memalukan .

Baca Juga :  Sosialisasi sekolah bersih tanpa narkoba tahun 2024

Ada aktivis yang telah menyentil Kuping para Pejabat Korupsi dengan pernyataan keras mengatakan PARA PEJABAT MENGANGGAP APBD DAN APBN SEPERTI UANG WARISAN NENEK MOYANGNYA, SEHINGGA UANG ITU DI DEKAP DALAM PELUKANNYA DI ATAS PERUT YANG BUNCIT ITU,  namun Raksasa pemakan uang rakyat, hanya senyum senyum saja, karena memang urat malu dan integritas dan kehormatan tidak ada lagi.

MENJADI  PERTANYAAN KAPAN KITA SEJAHTERA SEPERTI CITA CITA PARA PAHLAWAN YANG TELAH GUGUR MEMPERJUANGAN KEMERDEKAAN RI ???

Artikel Terkait

Back to top button
Don`t copy text!